Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali mencatat pencapaian penting dalam dunia ilmu pengetahuan dengan menemukan dua spesies baru kumbang kura-kura dari genus Thlaspidula di Sulawesi, Indonesia. Spesies yang diberi nama Thlaspidula gandangdewata dan Thlaspidula sarinoi ini menjadi tambahan berharga bagi daftar panjang keanekaragaman hayati serangga di Indonesia serta membuka cakrawala baru dalam studi taksonomi serangga, khususnya kelompok kumbang kura-kura (Chrysomelidae: Cassidinae).
Penemuan ini bermula dari ekspedisi yang dilakukan oleh Tim Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN di dua lokasi berbeda, yakni Gunung Gandangdewata dan Gunung Torompupu di Sulawesi. Spesimen yang dikumpulkan dianalisis secara mendalam, mencakup deskripsi morfologi serta penyusunan kunci identifikasi terbaru untuk genus Thlaspidula. Upaya ini diharapkan dapat membantu peneliti lain dalam mengenali serta membedakan spesies dalam genus tersebut.
Anang Setyo Budi, Peneliti Ahli Pertama Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, menjelaskan bahwa kedua spesies baru ini memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari spesies Thlaspidula lainnya. Thlaspidula gandangdewata, T. sarinoi, dan T. boisduvali tergolong dalam kelompok spesies yang ditandai dengan keberadaan bintik hitam di bagian posterolateral pelebaran batas elytra. Meski demikian, perbedaan mencolok dapat dilihat dari pola bintik hitam pada elytra dan pronotumnya.
“Selain itu, perbedaan terletak pada bentuk morfologi cakar, mandibel, pronotum, dan tonjolan elytra. Karakter lain yang juga dapat membantu membedakan spesies tersebut adalah panjang dan warna segmen pada antena,” kata Anang melalui keterangan tertulis, Selasa, 4 Maret 2025.
Kumbang dari genus Thlaspidula memiliki ciri khas seperti kumbang kura-kura lainnya, yakni elytra dan pronotum yang melebar membentuk perisai yang melindungi kepala dan kaki. Namun, seperti yang diungkapkan Anang, genus ini memiliki karakteristik spesifik berupa bentuk labrum, proporsi tubuh, struktur antena, baris titik pada elytra, serta tekstur elytra yang berbeda. “Hingga saat ini, baru delapan spesies yang tercatat dalam genus ini, tersebar dari Semenanjung Malaya hingga Papua,” ungkapnya.
Spesimen yang menjadi objek penelitian ini disimpan di Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), Indonesia. Material penelitian dikumpulkan menggunakan metode jaring sapu di habitat aslinya di Gunung Gandangdewata dan Gunung Torompupu.
Penemuan ini tidak hanya menambah wawasan ilmiah tetapi juga menjadi langkah maju dalam upaya dokumentasi kekayaan fauna di Indonesia, khususnya di kawasan pegunungan Sulawesi yang dikenal sebagai salah satu pusat endemisme fauna dunia. Penelitian lanjutan tetap diperlukan guna memahami lebih dalam aspek ekologi, pola persebaran, serta langkah-langkah konservasi bagi spesies baru ini agar keberadaannya tetap terjaga.
“Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal Zootaxa pada edisi bulan Januari 2025 dan dapat menjadi referensi bagi para taksonomis serta konservasionis dalam memahami dan melindungi keanekaragaman hayati Indonesia,” pungkas Anang.