H7N9 Muncul di AS, Varian Flu Burung yang Kembali Mengancam

Rohmat

Flu burung kembali menjadi sorotan setelah varian H7N9 yang sangat patogen teridentifikasi di peternakan unggas di Mississippi. Laporan dari pejabat kesehatan hewan pada Senin lalu mengonfirmasi bahwa jenis virus ini berbeda dari H5N1, yang telah menyebar di antara sapi dan unggas sejak tahun lalu. Berdasarkan data yang diberikan oleh Departemen Pertanian AS dan otoritas setempat, Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH) mengumumkan wabah tersebut sebagai yang pertama dalam hampir satu dekade di Amerika Serikat.

Virus influenza burung yang tergolong sangat patogen (HPAI) merupakan ancaman serius bagi kesehatan publik. Penyebarannya yang cepat di antara burung liar dan unggas kerap menyebabkan kematian massal, yang menjadi alasan utama penyematan istilah “sangat patogen”. Selain itu, virus ini memiliki kemampuan untuk berpindah ke spesies lain, termasuk manusia. Kekhawatiran terbesar adalah kemungkinan terjadinya mutasi yang memungkinkan virus ini menyebar luas di antara manusia, menciptakan kondisi ideal bagi pandemi yang mematikan.

Varian H5N1 saat ini menjadi subtipe HPAI yang paling dikenal, dengan laporan wabah di berbagai daerah sejak awal tahun 2024. Virus ini telah menginfeksi sapi dan bahkan berpindah ke mamalia lain, seperti kucing dan manusia dalam beberapa kasus. Namun, H5N1 bukan satu-satunya ancaman. H7N9, yang pertama kali terdeteksi di Tiongkok pada 2013, juga memiliki potensi berbahaya. Salah satu alasan utama kekhawatiran terhadap H7N9 adalah tingkat kefatalannya yang tinggi ketika menginfeksi manusia. Organisasi Kesehatan Dunia mencatat bahwa dari 1.568 kasus H7N9 yang terdokumentasi sejak 2013, sebanyak 616 orang meninggal dunia, yang berarti angka fatalitasnya mencapai 39%.

Sebelumnya, wabah H7N9 terakhir yang tercatat di AS terjadi pada 2017. Namun, pada awal Maret 2025, virus ini kembali terdeteksi di peternakan unggas di Noxubee, Mississippi. WOAH melaporkan bahwa virus tersebut menyerang sekitar 50.000 ayam petelur broiler komersial. Konfirmasi genetika terhadap identitas virus tersebut rampung pada akhir pekan lalu.

“USDA Animal and Plant Health Inspection Service (APHIS), bersama dengan Pejabat Kesehatan Hewan Negara dan Pejabat Satwa Liar, sedang melakukan investigasi epidemiologis menyeluruh dan survei yang diperkuat sebagai tanggapan terhadap deteksi,” demikian pernyataan WOAH dalam laporannya mengenai wabah ini.

Sebagai langkah pencegahan untuk membatasi penyebaran, seluruh populasi ayam yang terinfeksi telah dimusnahkan. Dengan tindakan ini, kemungkinan wabah tetap menjadi kasus yang terisolasi. Meski begitu, ancaman flu burung terus meningkat. Berdasarkan laporan terbaru WOAH bulan lalu, jumlah wabah unggas akibat strain HPAI secara global dalam lima bulan pertama musim ini (dimulai sejak Oktober 2024) telah melampaui total wabah yang terjadi selama musim sebelumnya (Oktober 2023 hingga September 2024).

Meningkatnya jumlah kasus flu burung turut berkontribusi pada kenaikan harga telur, meskipun perlahan harga mulai kembali normal menurut laporan USDA. Namun, efektivitas langkah pengendalian terhadap H5N1 dan varian flu burung lainnya di AS masih menjadi tanda tanya, mengingat tantangan yang dihadapi oleh otoritas kesehatan dalam menangani wabah ini. Keputusan administratif yang kurang tepat dalam penanganan penyakit hewan juga menambah kompleksitas situasi, yang bisa berdampak lebih luas bagi kesehatan masyarakat dan industri peternakan unggas di masa mendatang.

Also Read

Tags

Leave a Comment