Jawa Barat Dihantui Bencana, Gubernur Dedi Mulyadi Serukan Taubat Ekologi

Rohmat

Jawa Barat kini berada di persimpangan jalan terkait lingkungan hidup. Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa provinsi ini dan semua elemen di dalamnya harus melakukan “taubat ekologi” untuk menghentikan siklus bencana yang semakin sering terjadi dengan dampak yang kian besar.

Menurut Dedi, kondisi lingkungan di Jawa Barat telah mengalami degradasi serius akibat masifnya perubahan fungsi lahan. Ia menyoroti maraknya penerbitan sertifikat kepemilikan tanah di kawasan yang seharusnya menjadi milik bersama, mulai dari pegunungan, sungai, hingga lautan.

“Kita harus melakukan taubat ekologi kalau dalam bahasa saya. Yakni, pemerintah harus segera memperbaiki diri, memperbaiki tata ruang, memperbaiki pola hidup masyarakatnya untuk tidak lagi merusak, terutama sungai,” ujar Dedi di Lanud Husein Sastranegara Bandung, Selasa.

Sungai yang Terlupakan

Dedi menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi sungai yang semakin terpinggirkan. Ia menilai bahwa aliran sungai kini lebih sering diperlakukan sebagai tempat pelampiasan limbah dan sampah, bukan sebagai sumber kehidupan. Padahal, dalam budaya masyarakat Jawa Barat, air memiliki makna mendalam, yang tercermin dalam banyak nama daerah yang diawali dengan “Ci”, berasal dari kata “Cai” yang berarti air dalam bahasa Sunda.

“Saat ini, bukan hanya laut yang disertifikat. Daerah aliran sungai itu sudah bersertifikat. Gunung-gunung sudah banyak yang bersertifikat. Ini harus segera dibenahi. Padahal, filosofi masyarakat Jawa Barat itu air,” ungkapnya.

Dampak Alih Fungsi Lahan dan Kerugian Besar

Perubahan fungsi lahan yang tidak terkendali, menurut Dedi, telah menjadi faktor utama di balik bencana banjir yang melanda beberapa daerah seperti Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi. Akibatnya, total kerugian diperkirakan mencapai angka fantastis, yakni Rp3 triliun.

“Nanti kita audit, kalau menurut saya lebih dari Rp3 triliun, ini bukan hanya kerugian yang diderita warga, tapi juga recovery yang dilakukan pemerintah, dan ini jelas mahal,” kata Dedi.

Dedi mengingatkan bahwa setiap kebijakan pembangunan tidak boleh hanya dilihat dari aspek keuntungan ekonomi semata, tetapi juga harus mempertimbangkan dampak ekologisnya.

“Makannya kalau pembangunan itu jangan suka melihat sudut pandang ekonomi, pendapatannya memang berapa dari wisata di Puncak. Tapi, lihat dampaknya yang ditimbulkan dari sebuah keputusan,” ujarnya.

Evaluasi Tata Ruang dan Pengembang

Guna mengatasi permasalahan ini, langkah cepat telah diambil untuk menangani kebutuhan mendesak warga terdampak banjir, terutama dalam hal penyediaan makanan. Sementara itu, untuk solusi jangka panjang, perencanaan relokasi bagi pemukiman di bantaran sungai sedang digodok.

“Termasuk nanti Kementerian Perumahan juga harus mengevaluasi pengembang-pengembang yang melaksanakan pembangunan perumahan di tepi sungai, di tengah sawah,” kata Dedi.

Lebih lanjut, Dedi menyerukan kepada para bupati dan wali kota untuk meninjau kembali tata ruang wilayahnya secara menyeluruh. Menurutnya, Jawa Barat sebenarnya memiliki ekosistem yang mendukung keberlanjutan lingkungan, tetapi kebijakan pembangunan yang sembrono justru merusaknya.

“Enggak pantas, kenapa? Karena sistemnya sudah bagus, alamnya sudah bagus. Ketidakpantasan ini disebabkan karena melaksanakan perencanaan pembangunan, tata ruangnya dilakukan secara ugal-ugalan, melawan prinsip-prinsip alam,” jelasnya.

Sertifikat di Bantaran Sungai Akan Dicabut

Sebagai langkah konkrit, Dedi memastikan bahwa sertifikat tanah yang diterbitkan di bantaran sungai akan dibahas bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk dicabut. Ia menegaskan bahwa pencabutan tersebut tidak akan diikuti dengan pemberian kompensasi, karena tanah tersebut pada dasarnya merupakan milik negara.

“Kan sungai pasti dikelola oleh BBWS, kemudian DSDA, ketiganya merupakan negara, karena kan sungai itu negara. Ketika hari ini sungai menjadi milik perorangan, berarti ada alih fungsi sertifikat yang tidak tepat dan itu ada jalur hukumnya yang nanti merupakan kewenangan Menteri ATR,” tutupnya.

Dengan berbagai langkah ini, diharapkan Jawa Barat bisa kembali selaras dengan alam dan menghentikan siklus bencana yang terus menghantui wilayah tersebut.

Also Read

Tags

Leave a Comment