Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali mengutarakan ketidakpuasannya terhadap perjanjian pertahanan dengan Jepang. Menurutnya, Jepang tidak memiliki kewajiban untuk melindungi AS secara militer, sementara AS harus siap membela Negeri Matahari Terbit tersebut dalam situasi darurat.
“Kami memiliki hubungan yang baik dengan Jepang. Tetapi kami memiliki kesepakatan yang menarik di mana kami harus melindungi mereka, tetapi mereka tidak harus melindungi kami,” ujar Trump pada Kamis (6/3/2025), dikutip dari CNA.
Di tengah pergolakan hubungan dagang antara kedua negara, Jepang tengah mengatur kunjungan Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri, Yoji Muto, ke Washington. Tujuan utama dari kunjungan ini adalah untuk membahas kemungkinan pengecualian dari tarif 25 persen yang akan diberlakukan AS terhadap baja dan aluminium asal Jepang.
Muto berharap pertemuan dengan pejabat AS dapat membuahkan solusi yang adil bagi kedua belah pihak. Kendati demikian, ia belum memberikan kepastian mengenai waktu kunjungan serta langkah spesifik yang akan diambil terkait negosiasi tarif tersebut.
Menanggapi pernyataan Trump, juru bicara pemerintah Jepang, Yoshimasa Hayashi, menegaskan bahwa Jepang masih menaruh kepercayaan pada komitmen pertahanan AS. Ia optimistis bahwa Washington akan tetap menjalankan tanggung jawabnya sebagaimana yang telah disepakati dalam perjanjian keamanan kedua negara.
Saat ini, sekitar 54.000 personel militer AS masih ditempatkan di Jepang, terutama di wilayah Okinawa, sebagai bagian dari kerja sama pertahanan yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Namun, Trump juga mengancam akan memberlakukan tarif 25 persen terhadap impor mobil dari Jepang, yang berpotensi memperburuk ketegangan ekonomi antara kedua negara.
Jika tarif tersebut benar-benar diterapkan, dampaknya bisa sangat besar mengingat sektor otomotif menyumbang hampir sepertiga dari total ekspor Jepang ke AS pada tahun sebelumnya. Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, menegaskan bahwa kontribusi Jepang terhadap ekonomi AS tidak dapat dipandang sebelah mata.
Ia menekankan pentingnya Jepang untuk menyusun argumen yang kuat, baik secara emosional maupun logis, guna menolak kebijakan tarif yang dianggap tidak menguntungkan. Jepang berharap dialog dengan AS dan negara-negara lain dapat melahirkan kebijakan perdagangan yang lebih adil bagi semua pihak.
Ketegangan perdagangan ini semakin memperumit hubungan ekonomi antara kedua negara yang selama ini terjalin erat. Jepang terus berusaha menegosiasikan kesepakatan dagang yang lebih seimbang agar kedua pihak dapat meraih manfaat yang setara.
Negosiasi perdagangan antara Jepang dan AS tampaknya akan berlangsung dalam jangka waktu yang tidak singkat. Kedua negara berharap dapat mencapai kesepakatan yang lebih menguntungkan demi menjaga stabilitas ekonomi dan hubungan bilateral yang harmonis.