Komdigi Rancang Internet Cepat 100 Mbps dengan Harga Terjangkau untuk Masyarakat

Rohmat

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah merancang solusi untuk menyediakan akses internet cepat dengan kecepatan hingga 100 Mbps, namun tetap terjangkau bagi masyarakat. Rentang harga yang ditargetkan berkisar antara Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu per bulan.

Langkah ini dilakukan dengan membuka spektrum frekuensi baru di 1,4 GHz untuk layanan Broadband Wireless Access (BWA), yang diharapkan dapat meningkatkan penetrasi jaringan tetap (fixed broadband).

“Untuk up to 100 Mbps harganya bisa Rp 400-500 ribu per bulan. Saya langganan yang 30 Mbps saja ada Rp 250 ribuan per bulan. Jadi memang beda tinggi. Nah kita memastikan, mengupayakan, fixed broadband tersedia lebih murah kepada masyarakat,” ujar Koordinator Kebijakan Penyelenggaraan Infrastruktur Digital Kementerian Komunikasi dan Digital, Benny Elian, dalam diskusi Morning Tech bertajuk Lelang Frekuensi untuk Siapa? pada Jumat (28/2/2025).

Frekuensi 1,4 GHz untuk Fixed Broadband

Spektrum frekuensi 1,4 GHz ini dirancang untuk memperluas cakupan layanan internet tetap, bukan hanya berbasis fiber optic tetapi juga modem rumah yang bekerja secara statis. Dengan demikian, layanan ini tidak ditujukan bagi perangkat seluler seperti ponsel, melainkan lebih kepada perangkat modem dan router yang berfungsi sebagai penyedia internet utama di rumah.

“Bagaimana menyasar masyarakat yang kemampuan ekonominya terbatas, yaitu dengan bayarkan Rp 100-150 ribu,” jelas Benny.

Teknologi yang digunakan dalam jaringan ini serupa dengan jaringan seluler, yakni IMT (International Mobile Telecommunications). Namun, dalam implementasi kali ini, frekuensi tersebut khusus dialokasikan bagi penyelenggara layanan fixed broadband, bukan operator seluler.

“Ini benar-benar untuk fixed, modem di rumah. Seperti router di rumah yang bentuknya Mifi yang bukan digunakan di HP. Jadi memang untuk Fiber Optic bukan untuk seluler,” tambahnya.

Lelang Frekuensi dan Minat Pelaku Industri

Pelaksanaan jaringan 1,4 GHz akan melalui mekanisme seleksi, dengan kemungkinan model hybrid yang mencakup lelang serta evaluasi berdasarkan proposal komitmen pembangunan jaringan (beauty contest). Saat ini, sudah ada tujuh dari sepuluh penyelenggara jaringan yang menunjukkan minat untuk berpartisipasi.

Namun, Benny tidak merinci identitas perusahaan yang tertarik mengikuti seleksi ini. Ia hanya mengungkapkan bahwa peserta lelang terdiri dari operator seluler serta penyelenggara layanan Fiber Optic (FO).

“Untuk tujuh itu, saya tidak ingat jelas, tapi cuma yang pasti beberapa seluler ada dan sisanya itu penyelenggara FO itu yang saya hafal,” ungkapnya.

Lelang ini dijadwalkan berlangsung pada Semester I tahun 2025. Setelahnya, pemerintah akan melanjutkan pelelangan spektrum lainnya, termasuk 700 MHz, 26 GHz, dan 2,6 GHz, untuk mendukung perkembangan jaringan komunikasi nasional.

Harapan dan Tantangan dalam Implementasi

Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Sigit Puspito, menekankan pentingnya menjaga jaringan 1,4 GHz sebagai solusi broadband yang berbeda dari pasar seluler. Ia memperingatkan bahwa jika tidak dikontrol dengan baik, layanan ini berpotensi mengganggu sektor seluler yang sudah ada.

“Kalau misalnya dia dijaga harus 100 Mbps, seluler enggak akan terganggu,” jelas Sigit dalam kesempatan yang sama.

Menurutnya, ada kemungkinan bahwa tanpa regulasi yang ketat, pemenang lelang frekuensi bisa saja lebih memilih menggunakan spektrum tersebut untuk memperluas layanan 4G, yang masih bisa beroperasi dengan kecepatan di bawah 100 Mbps.

“Demikian juga di sini kalau tidak diikat dengan dia harus 100 Mbps maka nanti yang dapat lelang frekuensi ‘udah saya ngegelarnya 4G aja lah’. Karena 4G itu masih bisa juga meskipun enggak sampai 100 Mbps. Bisa dipahami ya gitu,” tambahnya.

Sebagai solusi, Sigit menyarankan agar seleksi dilakukan secara hybrid, dengan kombinasi mekanisme lelang dan beauty contest. Ia juga menekankan pentingnya mempertimbangkan komunitas tertentu dalam implementasi layanan, guna menghindari kegagalan pasar.

“Karena menurut pengalaman beberapa negara, itu termasuk salah satu yang mencegah market failure,” pungkasnya.

Dengan berbagai langkah yang tengah disiapkan, diharapkan kehadiran internet 100 Mbps dengan harga lebih terjangkau dapat mendorong inklusivitas digital di Indonesia serta mempercepat pertumbuhan ekonomi berbasis teknologi.

Also Read

Tags

Leave a Comment