Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerapkan kebijakan pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) bagi hunian tertentu. Kebijakan ini berlaku untuk rumah tapak dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp2 miliar serta rumah susun (rusun) dengan NJOP di bawah Rp650 juta.
Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 281 Tahun 2025 mengenai kebijakan PBB-P2 tahun berjalan.
“Saya kemarin sudah menandatangani, rumah tapak dengan NJOP hingga Rp2 miliar atau rumah susun dengan NJOP hingga Rp650 juta di Jakarta, maka PBB-nya digratiskan. Dengan demikian, hampir sebagian besar PBB warga Jakarta, kecuali untuk orang-orang mampu, kami gratiskan,” terang Gubernur Pramono di Rusun Tambora, Jakarta Barat, pada Rabu (26/3).
Gubernur Pramono berharap kebijakan ini dapat memberikan dampak positif dalam jangka panjang. Menurutnya, prioritas utama Pemprov DKI Jakarta saat ini adalah meningkatkan kesejahteraan warga, khususnya bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
“Tetapi yang jelas, ini akan membawa manfaat yang signifikan. Kami sudah melihat secara keseluruhan kondisi keuangan Pemprov DKI Jakarta. Saya ingin mengelolanya dengan baik. Jika ada kegiatan atau program yang saya utamakan, itu adalah untuk masyarakat menengah ke bawah,” lanjutnya.
Dalam pelaksanaannya, setiap wajib pajak akan mendapatkan pembebasan pajak untuk satu objek PBB-P2. Jika seseorang memiliki lebih dari satu properti, pembebasan penuh hanya diberikan pada satu objek pajak dengan NJOP tertinggi berdasarkan data sistem perpajakan daerah per 1 Januari 2025.
“Jadi, NJOP pada bangunan pertama dibebaskan penuh. Untuk NJOP rumah kedua, pembebasannya 50%, sedangkan rumah ketiga dan seterusnya dikenakan pajak penuh karena dianggap mampu,” jelasnya.
Dengan kebijakan ini, Pemprov DKI Jakarta berharap dapat meringankan beban warga dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal, sekaligus mendorong kesejahteraan masyarakat secara lebih luas.